Rabu, 16 Desember 2009

WISATA ALAM


Oleh : Retno HY/PR


SELAMA ini, Wanawisata Gunung Puntang di kawasan Bandung selatan, tepat di Desa/Kecamatan Cimaung Kab. Bandung, hanya dikenal kalangan wisatawan petualang. Suasana pegunungan, hutan, dan sungainya memang merupakan kawasan strategis untuk camping (berkemah).


Ada juga yang mengenal Wanawisata Gunung Puntang sebagai kawasan wisata sejarah karena dulunya merupakan kompleks Stasiun Malabar Gunung Puntang yang saat itu (1919) merupakan Stasiun Radio terbesar pertama di Asia, dipimpin oleh Dr. Ir. C.J. de Groot.


Anggapan tersebut tidak bisa dipersalahkan karena wanawisata dengan luas 54,84 ha tersebut berada di lahan RPH Logawa, yang dikelola BKPH Banjaran, KPH Bandung Selatan. Selain itu, wanawisata yang berada di ketinggian 1.300 m dpl, konfigurasi lapangan pada umumnya bergelombang dengan suhu udara 18 sampai 23 derajat Celsius dan curah hujan 2.000 hingga 2.500 mm/tahun, sangat cocok untuk wisata berpetualang atau bermalam dengan mendirikan tenda (berkemah) atau sekadar menikmati udara segar pegunungan.


Sebenarnya, kalau mau sedikit mengeluarkan keringat dan berkeliling seputar kawasan, ada banyak hal yang dapat dinikmati. “Gunung Puntang merupakan wanawisata yang sangat komplet. Selain dapat menikmati kesegaran alam pegunungan dengan hutannya yang masih hijau lebat dan air sungai yang jernih dan dapat direnangi, pengunjung juga dapat menyaksikan satwa dan tetumbuhannya yang menjadikan Gunung Puntang sebagai objek wisata pendidikan,” ujar Kasubdin Pariwisata Disbudpar Jabar, Drs. Eddi Kusnadi.

Di Wana Wisata Gunung Puntang (WWGP), tidak jauh dari pintu masuk wanawisata, setelah membayar uang masuk Rp 4.000,00 per orang, pengunjung langsung dapat menikmati keteduhan pepohonan dan suara air mengalir. Tidak hanya suara desir dedaunan pohon pinus saat tertiup angin, harum pohon saninten, jamuju, ki hujan, ki damar, dan pepohonan langka lainnya akan menyapa hidung.


Merupakan kebahagiaan tersendiri bagi anak-anak saat melintasi jembatan gantung yang membentang di antara tambang baja dan di bawahnya mengalir sungai dipenuhi bebatuan dengan airnya yang bening. “Datanglah lebih pagi, selain sambil berolah raga juga akan lebih tenang berekreasi. Karena semakin siang akan banyak pengunjung yang bermain di sungai,” ujar Endi, salah seorang petugas Wana Wisata Gunung Puntang.


Air jernih yang mengalir di antara bebatuan besar semakin siang semakin tidak terasa dingin. Ratusan meter, bahkan mungkin lebih, anak-anak maupun orang tua, terlihat berjejer sepanjang sungai, di antara berendam di air maupun berjemur di bebatuan.


Sebenarnya sebelum menikmati dinginnya air sungai yang berasal dari Curug Siliwangi, ada hal yang lebih mengasyikkan saat mengunjungi WWGP. Sekitar 500 meter dari pintu gerbang, kita akan menemui tanah lapang yang biasa dipergunakan untuk berbagai kegiatan. Tidak jauh dari lapang tersebut kita akan menemukan lokasi Kampung Radio (Radio Dorf) meski hanya tinggal tembok batu.


Di bebatuan dekat pintu masuk bangunan tertulis nama-nama siapa yang pernah tinggal di kampung itu, di antaranya Mr. Han Moo Key, Mr. Nelan, Mr. Vallaken, Mr. Bickman, Mr. Hodskey, Ir. Ong Keh Kong, Djukanda, Sudjono, dan Sopandi. Menurut sejarah, di lokasi perkampungan karyawan stasion yang dipimpin oleh Dr. Ir. C.J. de Groot (1923) tersebut dahulunya kompleks rumah dinas yang dilengkapi lapangan tenis, kolam renang, pertokoan, bahkan bioskop.


Masih di dekat lapang dan reruntuhan Kampung Radio, terdapat dua gua yang menarik perhatian. Kedua gua itu konon dibuat oleh Belanda pada tahun 1940 dan kemungkinan dulu keduanya saling berhubungan. Menurut keterangan dari para petugas di sana, kedua gua tersebut dulunya dipakai tempat untuk menyimpan komponen peralatan stasiun radio dan telefon.


Untuk masuk ke dalam dibutuhkan kehati-hatian karena selain gelap gulita, semakin ke dalam jalanan becek dan berbatu. Mulut gua ini cukup tersembunyi di antara lekukan tanah yang bila diperhatikan secara sekilas mirip dengan wajah harimau.


Bila kondisi cuaca sedang bagus (musim panas), kita dapat melakukan forest tracking dengan menyusuri jalan setapak untuk mengunjungi kolam yang dibuat oleh Belanda. Di sini kita dapat melihal lembah Gunung Puntang sekaligus puncaknya yang terkadang tertutup kabut. Bahkan bila cukup waktu, pengunjung dapat mengunjungi Curug Siliwangi yang terdapat di kawasan hutan Gunung Puntang. Dibutuhkan waktu sekitar 2 jam perjalanan untuk sampai ke air terjun yang memiliki ketinggian hingga 100 meter lebih tersebut.


Selama perjalanan banyak hal yang ditemui. Berbagai tetumbuhan dan hewan hutan yang sudah sangat langka akan kita jumpai, semisal, manintin, surili, menjangan, sero, burung elang, tekukur, dan ketilang.


Untuk mencapai lokasi Curug Siliwangi ini, sebaiknya menggunakan jasa pemandu setempat agar tidak tersesat dan dapat langsung ke tempat tujuan melalui jalur yang tidak jauh.
Karena kalau sampai tersesat jauh ke dalam hutan, bisa-bisa lupa jalan pulang. Bahkan tidak mustahil, akan bertemu dengan satwa liar berbahaya yang masih menghuni Gunung Puntang, semisal ular sanca hijau, ular cibuk, ulai cai, ular lingas, ular belang, macan tutul, serigala, dan babi hutan.

Masih di kawasan Gunung Puntang, tepatnya dekat gerbang masuk kawasan WWGP, wisatawan yang membawa keluarga sudah dapat menikmati fasilitas rekreasi “Bougenvile” yang tidak kalah menarik. Fasilitas milik swasta berupa taman wisata ini menyediakan dua kolam renang besar dan satu kolam renang untuk anak-anak, serta tiga unit villa menjadi daya tarik tempat wisata ini.
Lewat konsep taman wisata alam, “Bougenvile” menyediakan tempat bermain dengan taman yang dilewati aliran sungai kecil yang airnya sangat jernih berasal dari Gunung Puntang. Kolam renang yang ada di taman itu memperoleh pasokan air langsung dari mata air yang mengalir terus-menerus sehingga selalu jernih dan dingin ini dijamin pengelolanya bebas kaporit.


Selain tiket masuk yang relatif terjangkau, vila-vila yang ada bisa disewa dengan tarif mulai Rp 700.000,00 per malam. Bila rombongan berminat untuk menyewa seluruh lokasi beserta semua fasilitas yang ada, dikenakan biaya sebesar Rp 4 juta rupiah sehari.


Seperti halnya kawasan wisata pegunungan umumnya sekitar Kota Bandung, nasi timbel komplet, gorengan, mi bakso, serta minuman bandrek dan bajigur mudah didapat. Bahkan, kalau sedang musimnya, buah-buahan serta sayuran dengan harga sangat murah dapat jadi buah tangan.

Untuk mencapai Gunung Puntang, wisatawan yang menggunakan kendaraan pribadi dari pusat Kota Bandung, lokasi yang berjarak sekitar 30 kilometer arah selatan dapat melalui Soreang untuk kemudian ke Cimaung atau melalui Buahbatu dan M. Toha untuk kemudian ke Banjaran dan akhirnya ke Cimaung.
Sementara bagi yang menggunakan angkutan umum, mereka dapat menggunakan sarana angkutan dari Leuwipanjang (arah Soreang) atau Tegallega (arah M. Toha) dan Buahbatu (arah Dayeuhkolot).
Dapat juga menggunakan angkutan dari Terminal Kebon Kalapa dan Tegallega yang langsung ke Pangalengan. Untuk seterusnya turun di Cimaung dan disambung angkutan pedesaan atau ojek. Ada baiknya, datanglah lebih pagi. Sambil berolah raga di alam pegunungan juga berekreasi. (Retno HY/”PR”) ***

Sumber : http://www.pasundan.info/travel/gunung-puntang.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar