Senin, 07 Desember 2009

WISATA ALAM


SITU BAGENDIT
Oleh :
Muhtar I.T./”PR


“TOLONGLAH Nyai, berilah hamba sedikit makanan,” ujar pengemis itu mengiba.
Melihat pengemis tua berbaju kotor dan compang-camping masuk ke kenduri di rumahnya, Nyi Endit, janda kaya itu, bukannya merasa kasihan. Yang terusik justru sifat tamak, kikir, dan sombong yang bersemayam dalam dirinya. Dengan kasar, Nyi Endit mengusir pengemis tua itu dari hadapannya. “Hai pengemis tua, jangan kotori pestaku dengan rupamu yang buruk dan bajumu yang bau, enyahlah kau dari rumahku,” ucap Nyi Endit membentaknya.


Dengan sedih dan gontai pengemis itu pergi. Keesokan harinya, masyarakat dibuat geger oleh kemunculan sebatang lidi yang tertancap di jalan desa. Semua orang berusaha mencabut lidi yang menghalangi aktivitas mereka. Akan tetapi, tak satu pun yang berhasil. Sampai akhirnya, muncul pengemis tua yang kemarin diusir oleh Nyi Endit. Dengan ringannya, ia mencabut lidi itu.
Akan tetapi, dari lubang bekas lidi tertancap itulah menyembur air dengan derasnya. Kali ini semburan air itu tak bisa dicegah, terus membanjiri, menggenangi, dan menenggelamkan segala yang dilewatinya. Penduduk yang ketakutan, berlarian menyelamatkan diri, naik ke puncak-puncak bukit dan punggung gunung, tak peduli dengan harta benda milik mereka. Hanya Nyi Endit seorang, yang karena terlampau sayang kepada harta benda miliknya, enggan meninggalkan rumahnya. Ia akhirnya mati ditelan air yang kemudian mendanau.


Bikin penasaran


Kisah Nyi Endit, si janda kaya nan sombong, tamak, dan kikir yang tenggelam ditelan danau begitu melegenda. Kisah yang menjadi ending sekaligus inti dari legenda atau sasakala Situ Bagendit, danau kecil yang terletak di Kecamatan Banyuresmi, Kab. Garut itu, termasuk salah satu dongeng terpopuler di masyarakat Jawa Barat. Kisahnya tak hanya dijadikan kisah pengantar tidur bagi anak-anak, dibacakan di sekolah-sekolah, bahkan berkali-kali disinetronkan.


Yang namanya legenda, tentu saja bersifat terbuka terhadap segala tafsir. Termasuk, terbuka juga terhadap kemungkinan orang percaya bahwa terbentuknya Situ Bagendit tak sekadar dongeng penuh siloka atau kisah berhikmah yang di dalamnya berisi nasihat, namun kisah itu true story alias kejadian nyata. Kenyataannya –seperti terhadap kebanyakan legenda yang ada– tak sedikit orang percaya bahwa Nyi Endit bukanlah tokoh fiksi hasil kreasi pujangga, melainkan sosok nyata yang pernah hidup di suatu zaman.


Terlepas orang percaya atau tidak, yang pasti, kisah tragis Nyi Endit begitu menarik sehingga menjadi alasan bagi banyak orang dari berbagai daerah mau berkunjung ke Situ Bagendit. Paling tidak, orang mau datang karena dibuat penasaran terhadap situs atau “peninggalan” tokoh legenda bernama Nyi Endit.


“Ya, namanya juga legenda Pak, pasti ceritanya bikinan orang zaman dulu dengan maksud tertentu. Tapi, kadang saya juga suka dibuat penasaran, jangan-jangan di tengah Situ Bagendit ini memang ada harta karun milik Nyi Endit. Kalau bisa sih, sekali-kali ada ekspedisi atau penelitian untuk membuktikan hal itu,” kata Asep, pemuda asal Tasikmalaya, sedikit berseloroh.
Seperti Asep, ada ratusan orang setiap bulannya yang berkunjung ke Situ Bagendit. Danau yang diapit empat desa, yakni Banyuresmi (di utara), Cipicung (selatan), Binakarya (timur), dan Sukamukti (barat) itu rata-rata setiap bulannya dikunjungi 700 orang. Mereka datang bukan hanya dari Kab. Garut, melainkan juga dari Tasikmalaya, Sumedang, Ciamis, Banjar, Bandung, bahkan Bogor dan Jakarta.


Umumnya, para wisatawan datang secara berkelompok, ada yang sekeluarga dengan satu mobil atau rombongan besar dengan beberapa bus. Ada juga yang menggunakan sepeda motor. “Biasanya Bagendit ramai pada hari Sabtu, Minggu, dan liburan. Yang pakai bus biasanya dari Jakarta,” kata Ny. Euis, pemilik warung apung di tengah Situ Bagendit.


Harga tiket masuk ke kawasan objek wisata Situ Bagendit relatif murah, Rp 2.000,00 per orang. Di area rekreasi, pengelola memang tidak menyediakan jasa pelayanan rekreasi mencari harta karun Nyi Endit. Jika pun ada, harta karun yang bisa dinikmati wisatawan adalah pemandangan alam nan elok dipandang mata, danau dengan latar belakang gunung dan bukit menjulang. Pemandangan itulah yang biasanya membetot rasa penasaran pengunjung untuk berlayar ke tengah danau menggunakan rakit bambu.


Untuk bisa menikmati pelayaran dengan rakit bambu yang berkapasitas 10 orang itu, pengunjung harus membayar Rp 30.000,00. Dengan durasi 30 menit, rakit itu membawa wisatawan berlayar ke tengah danau sambil menikmati cipratan air dan embusan udara dari pegunungan yang menyegarkan. “Nahkoda” rakit kemudian menambatkan rakitnya di warung apung di tengah danau yang menyediakan segala rupa makanan dan minuman.


Di warung inilah, wisawatan “disuruh” istirahat sejenak, menikmati kopi panas, segarnya air dawegan (kelapa muda), atau semangkuk mi rebus. Setelah puas, biasanya wisawatan ditawari berlayar ke ujung danau, di dekat gunung yang menjulang, tetapi tentu saja harus membayar lagi Rp 30.000,00. Jika tak bersedia, sang nahkoda rakit akan membawa wisatawan kembali ke pangkalan, menurunkan wisatawan, untuk kemudian membawa wisatawan lain berlayar ke tengah danau. Begitu seterusnya aktivitas yang dilakukan oleh sekitar 60 pengelola rakit yang ada di Situ Bagendit.


Tak hanya berlayar dengan rakit, wisatawan juga bisa menikmati rekreasi dengan menyewa sepeda air atau angsa dengan tarif Rp 10.000,00 selama 15 menit. Sementara di darat, di sisi danau, wisatawan bisa menikmati perjalanan dengan naik kereta api mini dengan tarif Rp 2.000,00. Sayangnya, rekreasi naik kereta api mini itu sangat membosankan karena hanya berputar-putar di area yang mudah dijangkau dengan jalan kaki. Padahal, jika rutenya dibuat khusus, mungkin akan lebih menarik.


Dilihat dari kondisi alamnya, sebenarnya Situ Bagendit sangat potensial menjadi objek wisata unggulan. Bentang alamnya sangat memukau setiap orang yang memandangnya. Itulah barangkali, harta karun sebenarnya yang ditinggalkan Nyi Endit.


Sayangnya, kondisi Situ Bagendit masih sangat memprihatinkan. Bukan saja fasilitas rekreasi seperti rakit bambu yang rata-rata sudah berusia tua, melainkan juga kondisi air danau yang dibiarkan kotor dan dipenuhi oleh eceng gondok. Sering kali, pelayaran menggunakan rakit atau sepeda air harus bertabrakan dengan onggokan eceng gondok yang mengapung dan menutupi permukaan air danau. Tentunya, ini adalah pekerjaan rumah yang harus dibenahi oleh pengelola Situ Bagendit.


Sumber : : http://www.pasundan.info/travel/situ-bagendit.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar